Thursday, November 23, 2006

Kuning telur

Ada orang yang mengatakan bahwa jika kita mau makan telur tanpa memilih putihnya saja atau kuningnya saja, itu artinya kita sayang pada kedua orang tua kita. Aku jadi teringat pada seorang sahabat yang dulu pernah dekat denganku.
Dulu waktu SMA, aku mempunyai seorang teman, adik kelas yang sudah seperti saudara,dia satu kos denganku. Setiap hari selalu bersama, berangkat ke sekolah setiap pagi dan pulang sekolah lalu pergi makan pun pasti selalu bersama., kapanpun dan dimanapun kalau ada aku pasti ada dia, kalau ada dia pasti ada aku. Bahkan kalau dipikir-pikir rugi bayar uang kos untuk dua kamar karena kami hanya tidur di satu kamar saja.

Ada satu hal yang sangat aku ingat, setiap makan dengan telur. Dia tidak suka makan kuning telur dan aku yang makan kuning telurnya. Ketidaksukaan dia makan kuning telur itu ada sebabnya. Karena dia tidak menyayangi mamanya, dia menganggap mamanya sebagai orang yang bersalah dan menyebabkan hidupnya terlunta-lunta.
Saat dia kecil, dia sering melihat mamanya membawa lelaki ke rumah di saat papanya pergi bekerja. Ketika itu diketahui papanya, itulah awal dari semua pertengkaran antara kedua orangtuanya. Dari pertengkaran itu, dia mendengar bahwa mamanya main gila dengan lelaki lain karena papanya tidak bisa memberi materi yang lebih.
Lalu terjadi perceraian orangtuanya, dimana dia dan kakaknya adalah korban dari kejadian ini. Semenjak itu, tidak ada lagi rumah bagi mereka.

Sehingga kos menjadi rumahnya dan teman-teman kos menjadi keluarganya. Neneknya yang tinggal bersama pamannya masih harus bekerja membiayai sekolah dia dan kakaknya. Sedangkan kakak lelaki yang harusnya bisa menjadi sandarannya tidak dapat diharapkan sama sekali.
Orangtua, papa & mamanya, masing-masing sibuk dengan kehidupan mereka yang baru dan tidak mengganggap dia & kakaknya pernah terlahir ke dunia. Kakak yang dia sayang ikut hancur dan tenggelam dengan obat-obatan dan minuman keras.Aku hanya bisa mendengar cerita-cerita sedihnya tanpa bisa berbuat apa-apa.
Aku masih ingat setiap aku mau pulang ke rumah dan di jemput mama di hari sabtu setelah pulang sekolah.Pasti dengan mata berkaca-kaca dan hampir menangis dia mengantarkanku ke pintu depan, sambil berkata : “harusnya cicik nga pulang, Ika pasti kesepian kalo nga ada cicik”
Aku hanya bisa berkata : “ya uda.. Ika ikut cicik aja.., pulang ke rumah cicik dan anggap aja mama & papa cicik adalah mama & papa Ika juga, ikut yuk..!”

Tapi dia menolaknya dengan alasan nga nyaman kalo menganggu liburanku di akhir minggu untuk pulang ke rumah. Sepanjang jalan pulang, aku jadi nga tega apalagi mengingat matanya yan selalu berkaca-kaca dan dia tetap berdiri di depan pintu gerbang untuk mengantarkan aku sampai mobilku hilang tak terlihat lagi di belokan jalan.

Saat senin pagi aku bertemu dengannya lagi di sekolah, dia senang sekali dan menyambutku, “cicik..cicik…akhirnya Ika ketemu lagi sama cicik”, sambil memelukku, dia benar-benar manja seperti adikku.

Pada akhirnya, untuk meneruskan pendidikanku ke universitas, kita berpisah dan hanya bisa berhubungan melalui telpon. Melalui telpon, kudengar suaranya amat sedih saat menceritakan bahwa setelah papamu menikah lagi dan memiliki dua orang anak, kau tidak diterima oleh mereka.
Tidak ada “tempat” yang diberikan padamu dalam “rumah papamu sendiri”, dan ibu yang hanya mencarimu saat dia mengalami kesusahan, ibu yang melahirkanmu tapi tidak bertanggung jawab untuk membesarkan, mendidik dan menemanimu sampai usia dewasamu, yang kini ada dibalik terali besi karena modal untuk berbisnis dibawa lari temannya tapi menggunakan nama mamanya dan kemudian ditinggalkan oleh lelaki yang tinggal bersamanya tanpa status yang jelas.

Setelah beberapa waktu berlalu dan dia masuk ke universitas yan berbeda walaupun ada dalam satu kota, hubungan kami tanpa sengaja merenggang karena kesibukan masing-masing. Bahkan kadang kala karena banyaknya tugas dan kegiatan di kampus, aku tidak bisa untuk selalu meluangkan waktu untuknya.
Dia semakin menuntutku, mengatakan bahwa aku telah banyak berubah padanya. Tidak memperhatikannya lagi karena mempunyai teman-teman baru dan melupakannya, yang menurutnya pasti sangat merepotkan diriku. Dan akhirnya dia tidak mau mengucapkan sepatah kata pun lagi padaku, untuk kesalahpaham dan tidak mau mengertinya dia terhadapku.

Tapi dari itu semua, aku tahu bahwa dia memiliki luka yang hanya bisa disembuhkanNya, bahkan aku lebih beruntung karena memiliki papa & mama, adik dan 'home'.
Mengapa jalan hidupmu dan keluargamu seperti itu, aku tahu dengan pasti dia tidaklah pantas menerima semua akibat dari perceraian orang tuanya.
"Aku tahu terkadang kau merasa bahwa kau adalah salah satu orang yang tidak beruntung untuk merasakan kebahagiaan dan dalam penglihatanmu semua teman-teman yang mempunyai “rumah” untuk pulang adalah khayalan dan bahkan menjadi mimpimu yang terbesar untuk memiliki keluarga yang utuh"

"Dan, sampai sekarang kau masih saja membisu terhadapku. Aku bukannya sengaja.Maaf karena aku tidak bisa menjadi teman yan baik bagimu. Aku hanya bisa berdoa untukmu dan berharap kau bahagia dalam menjalani hidupmu"

*Seorang sahabat memberi kasih setiap waktu & menjadi saudara di dalam kesukaran.

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Huh...Dlm hidup ni selalu da 2 si2 yg slalu bertolak belakang, tp qt tdk blh lupa ke2nya itu saling melengkapi satu dan yg lainnya! Beruntunglah qt yg msh memiliki keluarga yg utuh plus kasih sayang dr mereka. Mungkin inilah waktu qt tuk saling berbagi dng mrk. Sok tau bngt gak zzziiihhhhh....^,^
DJ_Kirey

Friday, November 24, 2006 11:08:00 AM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home